Qanun LKS Ditunda, Bebas Riba Juga Tertunda!
Kami mendukung penuh pemerintah untuk menghilangkan praktik riba di Aceh, kalau bukan kita yang menerapkan bebas riba sekarang, gimana nasib anak cucu kita nanti.
Wacana penundaan Qanun LKS dan ketidaksetujuan masyarakat, khususnya mahasiswa menunda atau bahkan mencoba-coba untuk membatalkan qanun tersebut.
Aceh
memiliki keistimewaan dan otonomi khusus dalam tata kelola pemerintahan,
politik, konomi, hukum, pendidikan, adat istiadat dan syari’at Islam
sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006. Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh berada dalam bingkai
negara (state), dan pemerintah bertanggung jawab mewujudkan pelaksanaan
syari’at Islam di seluruh wilayah Aceh.Syari’at Islam yang diwujudkan di Aceh
dalam makna syari’at Islam kaffah yang mencakup akidah, syariah dan
akhlaq.
Qanun
Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang lembaga Keuangan Syariah adalah Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur tentang kegiatan lembaga Keuangan dalam rangka
mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh yang adil dan sejahtera dalam naungan
Syari’at islam.
Qanun
ini merupakan tindak lanjut Qanun Aceh no. 8 Tahun 2014 tentang pokok-pokok
syariat islam yang secara tegas telah mewajibkan bahwa lembaga keuangan yang
beroperasi di Aceh wajib dilaksanakan berdasrkan prinsip Syari’ah. Mengingat
Implementasi Qanun ini berbatas waktu 3 (tiga) tahun sejak diundangkan, maka
setiap orang, badan usaha dan badan hukum yang berada di Aceh harus segera
merubah transaksi keuangannya ke Lembaga Keuangan Syari’ah. Jika terjadinya
penundaan pada Qanun ini maka akan memperlambat dari kebebasan riba.
Qanun
tersebut bertujuan untuk membersihkan Aceh dari adanya praktik konvensional
yang mengarah pada riba. Riba haram berdasarkan al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan
qiyas. Bahkan seluruh agama samawi selain Islam pun mengharamkannya. Semua
sistem yang mengarah pada riba hukum nya adalah haram. Di sisi lain, riba
merupakan salah satu bentuk kezhaliman.
Dalil
dari al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman, “Dan Allah telah mengharamkan riba.” (Qs.
Al Baqarah: 275)
Dalil
dari As-Sunnah: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan
riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua
orang saksinya. Kedudukan mereka itu semuanya sama.” (HR. Muslim nomor
2995)
Kaum
muslimin pun telah sepakat untuk mengharamkannya dan meyakini bahwa hal
tersebut termasuk dosa besar. sesungguhnya bentuk kezhaliman dalam bentuk
muamalah ribawi sangat nyata, yaitu mengambil harta milik orang lain secara
batil. karena sesungguhnya kewajiban bagi orang yang menghutangi adalah
memberikan kelonggaran dan tambahan waktu bagi pihak yang berhutang tatkala
kesulitan untuk melunasi hutangnya.
Rasulullah
juga bersabda “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba
sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina
sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh
Al-Albani dalam Misykatul Mashabih mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Subhanallah, ternyata dosa riba lebih berat dari dosa zina 36 kali lipat.
Tidak
diragukan lagi bahwasanya riba memiliki bahaya yang sangat besar dan dampak
yang sangat merugikan sekaligus sulit untuk dilenyapkan. Tentunya tatkala Islam
memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah disana terkandung suatu
hikmah, sebab dinul Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan
sesuatu melainkan disana terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Demikian
pula sebaliknya, bila syari’at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu
tersebut mengandung kerusakan dan berbagai keburukan yang dapat menghantarkan
manusia kepada kerugian di dunia dan akhirat.
Oleh
sebab itu kita sebagai masyarakat sekaligus mahasiswa yang menjadi penerus
bangsa nanti sangat berharap pada pemerintah agar komitmen pada apa yang telah
diputuskan. Pemerintah harus tetap pada pendirian, kenapa harus diciptakan
Qanun LKS No. 11 Tahun 2018 tersebut hanya untuk di tunda. Kami mendukung penuh
pemerintah untuk menghilangkan praktik riba di Aceh, kalau bukan kita yang
menerapkan bebas riba sekarang, gimana nasib anak cucu kita nanti. (*)
Penulis Zahara Funna Mahasiswi IAIN Langsa Prodi Perbankan Syariah
Post a Comment